iklanratis iklanratis iklanratis iklanratis iklanratis iklanratis

HENDRAWAN
Energy Saving Mode using CSS3

Move your mouse to go back to the page!
Gerakkan mouse anda dan silahkan baca kembali posting kami!

Support design by: HENDRAWAN - September 2012

Kamis, 28 Maret 2013

an III.32

 
AN III.32. Bebas dari Pembentukan Gagasan “Aku”

Pada suatu ketika YA Sariputta mendekati Sang Buddha,
menghormat Beliau dan duduk di satu sisi.28
Sang Bhagava kemudian berkata kepadanya:

“Sariputta, apakah aku mengajarkan Dhamma secara ringkas,
atau apakah aku mengajarkannya secara rinci,
atau apakah aku mengajarkannya baik secara ringkas maupun rinci,
sulit menemukan mereka yang memahaminya.”

“Sekaranglah, Yang Terberkati, waktu untuk itu!
Sekaranglah, Yang Tertinggi,
waktu bagi Yang Terberkati untuk mengajarkan Dhamma secara ringkas,
untuk mengajarkannya secara rinci,
dan untuk mengajarkannya baik secara ringkas maupun rinci.
Akan ada orang orang yang memahami Dhamma.’

“Kalau demikian, Sariputta, beginilah orang seharusnya melatih diri:
‘Kita seharusnya tidak mengembangkan
pembentukan gagasan “Aku”,
pembentukan gagasan “Milikku” atau
kecenderungan yang mendasari ke-aku-an,
baik yang berkenaan dengan tubuh yang memiliki kesadaran (vinnāna) ini atau berkenaan dengan semua objek luar29 –
dan kita seharusnya masuk dan berdiam di dalam pembebasan pikiran, pembebasan lewat kebijaksanaan,
sehingga kita tidak lagi terkena pembentukan aku,
pembentukan-milikku dan kecenderungan yang mendasari ke-aku-an.
Beginilah caranya orang seharusnya melatih diri.

“Sariputta, jika seorang bhikkhu
tidak lagi memiliki pembentukan gagasan “Aku”,
pembentukan gagasan “Milikku” dan
kecenderungan yang mendasari ke-aku-an –
baik yang berkenaan dengan tubuh yang sadar ini atau berkenaan dengan semua objek luar –
dan ketika dia masuk dan berdiam di dalam pembebasan pikiran,
pembebasan lewat kebijaksanaan,
maka dia disebut seorang bhikkhu yang telah memotong nafsu keinginan dan
menyingkirkan segala penghalang,
orang yang telah mengakhiri penderitaan,
dengan sepenuhnya menghancurkan ke-aku-an.

“Mengenai hal ini, Sariputta, telah kukatakan di dalam ‘Pertanyaan-pertanyaan Udaya’ di ‘Jalan Menuju Pantai Seberang’:30

“Ditinggalkannya nafsu-nafsu (di keenam) indera
Beserta pahitnya sentuhan kesedihan;
Lenyapnya kelambanan dan ketumpulan mental,
Terhalaunya kecemasan yang mengganggu;
Kewaspadaan dan ketenangan yang murni
Yang didahului oleh pemikiran mengenai Dhamma:
Aku nyatakan, inilah pembebasan lewat pengetahuan,
Hancurnya kebodohan batin.”11

(AN III, 32)

CATATAN KAKI:
8Sariputta adalah siswa utama Sang Buddha dan siswa yang paling menonjol dalam kebijaksanaan.

9 AA menjelaskan “pembentukan-aku” (ahankara) sebagai pandangan yang salah, dan “pembentukan-milikku” (mamankara) sebagai nafsu keinginan; “ke-aku-an” (mana) mencakup semua khayalan bodoh yang didasarkan pada pengertian mengenai “aku” yang nyata. Istilah “tubuh berkesadaran ini” (saviññanake kaye) terdiri dari tubuh berkesadaran orang itu sendiri dan tubuh berkesadaran orang lain. “Semua objek eksternal” (bahiddha sabbanimittesu): semua objek indera, manusia dan fenomena.

30 Sn 1106-7. Parayana, “Jalan Menuju Pantai Seberang”, merupakan bab terakhir dari Sutta Nipata…, yang mengandung 16 sub-bagian. Di dalam setiap sub-bagian itu terdapat seorang penanya brahmana yang mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mendalam mengenai Buddha. “Pertanyaan-pertanyaan Udaya” adalah yang keempat belas (syair 1105-11). Kenyataan bahwa karya ini dikutip beberapa kali di dalam kitab-kitab Nikaya menunjukkan kekunoannya.

31 Empat baris pertama pada bait itu menyinggung empat dari lima rintangan: nafsu indera, niat jahat, kemalasan dan kelambanan, dan kegelisahan serta kecemasan. Di baris kelima “kewaspadaan yang murni dan ketenangan” (upekkha-satisamsuddham) merupakan kiasan menuju jhana keempat (lihat formula standar untuk jhana). “Hancurnya kebodohan batin” merupakan buah dari tingkat arahat, yang muncul ketika kebodohan batin telah dihancurkan oleh jalan menuju tingkat arahat.


REFERENSI:
Aṅguttara Nikāya, Discourses of the Buddha, An Anthology, Part I
Selected and translated from the Pāli by Nyanaponika Thera and Bhikkhu Bodhi
Buddhist Publication Society, Kandy, Srilanka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar